Artikel tentang
Jugun Ianfu pernah kami posting sebelumnya di
Menguak Jugun Ianfu Perbudakan Seks Militer Jepang silahkan sahabat anehdidunia.com klik link tersebut. Dalam sejarah bangsa ini, Indonesia cukup lama mengalami penderitaan dari berbagai kekejaman, pemaksaan, perampasan, dan bahkan pemerkosaan yang dilakukan oleh penjajahan selama lebih dari 350 tahun. Selama masa lebih dari 350 tahun tersebut kaum wanita Indonesia juga banyak mengalamai berbagai tekanan dan pemaksaan yang begitu keras oleh penjajah. Mereka banyak mengorbakan jiwa dan raganya demi bangsa ini bisa bebas dari cengkraman kejam penjajahan. Kaum wanita Indonesia dimasa penjajahan sungguh tidak dihargai jati dirinya, mereka lebih dilecehkan begitu saja kehormatannya oleh penjajah. Kaum wanita Indonesia dalam sejarah bangsa Indonesia sungguh menyedihkan. Harga diri dan kehormatan baginya tidak ada nilai di mata para penjajah negeri ini dimasa itu.
Jugun ianfu adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada wanita (bahasa Inggris comfort women) yang menjadi korban dalam perbudakan seks selama Perang Dunia II di koloni Jepang dan wilayah perang. Jugun ianfu merupakan wanita yang dipaksa untuk menjadi pemuas kebutuhan seksual tentara Jepang yang ada di Indonesia dan juga di negara-negara jajahan Jepang lainnya pada kurun waktu tahun 1942-1945.
Di Indonesia sendiri terdapat sekitar 1500 perempuan eks jugun ianfu yang sebagian besar dari mereka sudah berusia lanjut bahkan telah meninggal dunia. Perjuangan yang mereka lakukan untuk menuntut keadilan serta pengakuan tidak saja melelahkan dan lama, tapi mereka juga nyaris berjuang sendirian karena sampai saat ini tidak nampak adanya dukungan dari pemerintah terlebih pengakuan terhadap mereka.
Tiada yang menyangka, penderitaan lahir dan batin harus ditanggung oleh perempuan renta ini. Dulu, ia bercita-cita menjadi pemain sandiwara, tapi kemudian pupus oleh tipu daya Jepang. Ia pun harus rela dijadikan Jugun Ianfu, pemuas nafsu birahi serdadu Jepang. Benar-benar menyakitkan.
Mardiyem berusia 78 tahun. Tak ada yang tahu jika dirinya dulu pernah menjadi budak seks tentara Jepang. Dan karena itu ia memiliki nama panggilan semasa pendudukan Jepang di Indonesia. Ia, oleh tentara Jepang, dipanggil dengan ‘Momoye’. Panggilan itu merupakan panggilan bagi jugun ianfu yang dipekerjakan saat itu.
Tak banyak orang yang mengunjungi rumah Momeye. Ia telah banyak dilupakan. Dilupakan oleh negara dan dilupakan oleh teman-temannya. Bahkan, banyak dari teman-temannya yang sudah meninggal.
“Beginilah saya sekarang,” ungkapnya dalam bahasa Jawa sembari memperkenalkan diri.
Meski demikian, sosoknya masih kelihatan cantik. Wajah dan kulit yang terlihat putih menjadi penanda sisa-sisa kecantikan masa lalunya. Pendengarannya pun masih setajam dulu. Sepertinya tak banyak yang berubah dari perempuan tua ini, selain keriput yang makin melebar dan gerakannya yang terlihat lamban. Dan mulailah Mardiyem menuturkan pengalamannya.
Sore itu Sumirah yang baru berusia 14 tahun sedang menyusuri Jalan Gendingan, Semarang dengan sepeda barunya. Ternyata disekitar lokasi itu Sumirah melihat beberapa tentara Jepang sedang memaksa sejumlah perempuan muda menaiki truk tentara. Sahabat anehdidunia.com melihat kejadian itu Sumirah muda bukannya menyingkir dari bahaya yang mengintai, malahan tertegun kaget diliputi perasaan takut. Tanpa disadari seorang tentara Jepang sudah berada di samping Sumirah dan memaksanya ikut naik keatas truk. Tanpa berdaya Sumirah terpaksa mengikuti kemauan tentara Jepang tersebut dan meninggalkan sepeda barunya tergolek di tanah.
Para perempuan muda ini diberitahu salah seorang serdadu Jepang untuk meminta mereka bekerja untuk militer Jepang, saat itu dijelaskan juga bahwa kesempatan ini diberikan kepada mereka (para perempuan) bekerja sebagai perawat. Militer Jepang berjanji akan memberikan upah kerja dan mencukupi semua kebutuhan hidup mereka. Dengan lantang serdadu itu berseru,”Apakah semua mau pekerjaan ini?”,terdengar jawaban serentak”Mau”.
Tak lama setelah memberikan jawaban itu, para perempuan tersebut memasuki bangunan Semarang Kurabu, bangunan bergaya arsitek Belanda yang telah direbut Jepang dari pemiliknya orang Belanda. Setiap orang diberi kamar yang sudah dilengkapi dengan sabun, sikat gigi, odol, dan minyak wangi. Setelah itu setiap perempuan diperiksa kesehatan oleh seorang Dokter Jepang.
Hari-hari berikutnya ternyata para perempuan ini dipaksa melayani kebutuhan seksual tentara Jepang yang mengunjungi Semarang Kurabu. Bila menolak melayani maka pukulan, tendangan dan tempelengan yang diterima sebagai akibat penolakan. Sejak hari ini dan seterusnya adalah neraka bagi para perempuan tersebut. Selain harus melayani di Semarang Kurabu, seringkali Sumirah harus melayani para perwira di Hotel Du Pavillon dan Hotel Oewa Asia yang lokasinya tidak terlalu jauh dari Semarang Kurabu.
Nasib yang sama dialami Emah Kartimah, perempuan asal Cimahi yang juga dijadikan budak nafsu para balatentara Dai Nipon pada 1942. Waktu itu Emah, yang masih berusia 13 tahun, diculik enam tentara Jepang saat sedang berbelanja di pasar. Dia kemudian dilarikan dengan mobil dan disekap dalam barak tentara di Cimahi.
Tiga tahun Emah yang masih bau kencur itu harus melayani pria-pria dewasa. Jika dia melawan, maka pukulan dan tendangan akan diterimanya. Beberapa perempuan di tempat itu juga mengalami hal yang sama.
Cerita di atas dituturkan Mardiyem dan Emah yang usianya kini sudah mencapai 80 tahun saat tampil di Kick Andy. Bersama sejumlah korban lainnya mereka berjuang agar pemerintah Jepang mengakui "dosa" tentara mereka dulu dan kemudian meminta maaf. Bahkan Mardiyen dan Emah pernah hadir sebagai saksi pada pengadilan tribunal di Jepang dan Belanda.
Sementara Suhanah, juga asal Cimahi, diculik dengan todongan pistol pada usianya yang baru 14 tahun. Tapi karena mengalami pendarahan, setahun setelah disekap dia dibebaskan. Tapi, kondisinya sudah parah rahimnya rusak dan harus diangkat. Sejak itu Suhanah tidak bisa mempunyai keturunan.
Napas Sri Sukanti (79) tersengal. Bicaranya tak jelas. Beberapa kali ia terhuyung. Di antara sedu-sedannya, ia beberapa kali mengatakan, ”Sumpah, saya tidak bohong, saya diperlakukan seperti kuda.”
Kesaksian Sukanti satu dari 1.156 penyintas asal Indonesia, sebagian sudah meninggal yang tak lebih dari 15 menit itu membuat ruangan hotel berbintang berisi sekitar 100 orang itu sunyi. Sukanti, dipapah Eka Hindrati, peneliti independen isu jugun ianfu, terus berbicara dengan air mata bercucuran.
Usia Sukanti tak lebih dari 15 tahun ketika dipaksa menjadi pemuas seks serdadu Jepang di Salatiga, Jawa Tengah. Ia mengalami siksaan seksual yang traumanya memekat setiap kali harus mengingat kekejian itu.
Dengan terbata ia mengatakan, ”Saya disuntik 16 kali... saya tidak pernah bisa punya anak.... Jangan ada lagi yang seperti saya ya.... jangan ada lagi yang seperti saya ... Jepang itu kejam...Ogawa itu....”, Hingga saat ini, perlakuan tersebut mengakibatkan kerusakan pada janinnya dan dirinya divonis tidak dapat memiliki keturunan seumur hidup.
Tangisnya pecah. Ia terus berbicara, terkesan meracau, seperti melepaskan timbunan luka jiwa yang tak pernah bisa disembuhkan. Sukanti mengingatkan kepada perempuan sepuh, penyintas dari Korea, yang berteriak, menangis, dan pingsan ketika bersaksi di depan para jaksa Pengadilan Internasional Kejahatan Perang untuk Kasus Perbudakan Seksual oleh Militer Jepang selama Perang Dunia II (The Tokyo Tribunal), 8 Desember 2000.
Paini yang sejak berumur 13 tahun dipaksa bekerja di sebuah tangsi dekat desanya. Suatu malam ia dijemput paksa oleh serdadu Jepang, dibawa ke tangsi, dan diperkosa berulang-ulang. Begitu terus setiap malam. Begitu dalam trauma yang mereka alami sehingga kebanyakan mantan jugun ianfu ini menyembunyikan identitas mereka dan menolak untuk berbicara.
Banyak masyarakat yang merendahkan, serta menyisihkan para korban dari pergaulan sosial. Kasus Jugun Ianfu dianggap sekedar “kecelakaan” perang dengan memakai istilah “ransum Jepang”. Mencap para korban sebagai pelacur komersial. Banyak juga pihak-pihak oportunis yang berkedok membela kepentingan Jugun Ianfu dan mengatasnamakan proyek kemanusiaan, namum mereka adalah calo yang mengkorupsi dana santunan yang seharusnya diterima langsung para korban.
Wainem lahir di Jawa Tengah pada 1925. Dia diculik dari rumahnya pada 1943 ketika berusia 17 tahun dengan bus dan dibawa ke markas tentara Jepang di Surakarta. Bersama sejumlah wanita lain, dia disekap di markas tentara itu selama tiga tahun sebelum dipindah ke markas lain di Jogjakarta selama dua tahun kemudian.
Dalam masa-masa kelam tersebut, Wainem harus merajut tikar dan pada malamnya dipaksa melayani nafsu binatang tentara Jepang. Pada hari-hari yang sulit, dia harus meladeni empat pria sekaligus dalam satu malam. ”Beberapa mengajak saya ke kamar pribadi mereka. Tapi, ada juga yang tanpa malu memerkosa saya di depan rekan-rekan mereka di kasur barak,” ungkap Wainem.
Mastia diambil paksa dari rumahnya oleh tentara jepang bersama 15 gadis lain dan diangkut ke markas tentara Cimahi. Seorang kapten Jepang menjadikan Mastia
wanita penghibur pribadi. Setelah Mastia pulang kampung ia menjalani upacara penyucian religius untuk membersihkan segala "kotoran." Namun orang tetap memanggil saya "bekas jepang" dan menghina saya...sedih, saya sangat sedih, saya selalu teringat. Mastia menikah empat kali dan tidak mempunyai anak.
Pada saat Ronasih masih berumur 13 tahun dan sedang pulang sekolah, dia diculik seorang serdadu kemudian dikurung di barak dekat desa. Secara sistematis ia diperkosa selama 3 bulan oleh serdadu yang disebut "si bewok." Ayahnya berusaha datang dan menggantikan ronasih sebagai tenaga kerja paksa, namun sia-sia. Ronasih akhirnya disuruh pulang dengan keadaan tidak mampu berjalan lagi, dan harus merangkak untuk pulang karena badannya sakit. beberapa kali nikah dan tidak dapat memiliki keturunan.
Setelah suami pertamanya tewas ditembak oleh tentara Jepang, ia menjadi janda muda yang dipekerjakan di sekitar barak. Selanjutnya dia dikurung, diperkosa dan dipukuli hinga babak belur hampir setiap hari selama tiga tahun. Setelah perang usai, ia pulang kerumah dalam keadaan sakit, tidak bisa berjalan bahkan tak mampu mengucapkan namanya sendiri. Selama di kurung Icih mengalami luka berkelanjutan dan rahimnya rusak yang mengakibatkan dia tidak bisa melahirkan anak.
Niyem diculik saat berusia 10 tahun dibawa menggunakan truk penuh dengan wanita muda lainnya ke barak militer dio Jawa Barat. Niyem harus berbagi di tenda kecil dengan dua wanita lainnya, dikurung tak mendapatkan makanan dan harus minum dari air selokan dan diperkosa di hadapan orang lain. Niyem berhasil kabur bersama teman-temannya namun Niyem tidak mau memberitahu orang tuanya bahwa dia telah diperkosa, "aku tidak ingin menyakiti orang tuaku".
Tahun 1992, untuk pertama kalinya Kim Hak Soon korban asal Korea Selatan membuka suara atas kekejaman militer Jepang terhadap dirinya ke publik. Setelah itu masalah Ianfu terbongkar dan satu persatu korban dari berbagai negara angkat suara. Tahun 2000 Tribunal Tokyo menuntut pertanggung jawaban Kaisar Hirohito dan pihak militer Jepang atas praktek perbudakan seksual Jugun Ianfu. Tahun 2001 final keputusan dikeluarkan di Tribunal The Haque. Tekanan internasional terhadap pemerintah Jepang terus Dilakukan. Oktober 2007 kongres Amerika Serikat mengeluarkan resolusi tidak mengikat yang menekan pemerintah Jepang memenuhi tanggung jawab politik atas masalah ini tetapi Jepang tetap tidak mengakui kekejian terhadap ratusan ribu perempuan di Asia dan Belanda pada masa perang Asia Pasifik
Setelah kita mengikuti sekilas sejarah yang terungkap diatas tentang kaum wanita Indonesia pada peristiwa Jugun Ianfu dimasa itu sungguh menyedihkan. Apa yang tersurat di atas benar menjadikan kita merasa miris dibenak hati dan perasaan kita atas pemberlakuan kaum wanita benar tidak dihormati dan tidak dihargai harkat dan martabatnya, kaum wanita Indonesia sungguh terinjak-injak harga dirinya saat itu. Nah kalau sudah demikian bagaimana keadaan sekarang tentang keberadaan kaum wanita Indonesia saat ini ?.
Kita sudah banyak mengetahui bahwa kaum wanita Indonesia saat ini boleh dibilang sudah banyak kemajuan dalam berbagai hal. Tidak sedikit kaum wanita Indonesia saat ini banyak terlibat langsung pada pembangunan bangsa Indonesia dari berbagai bidang. Di dunia politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan, hukum, militer dan lain sebagainya.
Kemajuan pesat yang dialami kaum wanita Indonesia saat ini adalah bagian dari rintisan para pejuang sebelumnya dan juga sebagai anugerah Tuhan yang begitu besar nilainya. Maka diharapkan bagi kaum wanita Indonesia, janganlah melupakan sejarah bangsa ini yang telah banyak dibangun oleh kaumnya sendiri. Selainnya itu teruslah berjuang untuk bisa lebih baik lagi mengangkat harkat martabatnya, karena di eraglobalisasi saat ini masih banyak kaum wanita Indonesia yang tertinggal dan tertindas dengan keadaan bangsa Indonesia yang kian tak menentu pada sistem yang berjalan… SEMANGATLAH BANGKIT!!!
referensi:http://sejarah.kompasiana.com/2011/04/17/wanita-indonesia-antara-kegelapan-dan-masa-depannya-356224.html/http://mediaranahjaya.blogspot.com/2013/05/jugun-ianfu-kisah-perbudakan-wanita-di.html